KAJIAN DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL PROVINSI SULAWESI SELATAN
Keywords:
Perhutanan sosial, indikator pengukuran perhutanan sosial, Sulawesi Selatan, Evaluasi perhutanan sosialSynopsis
Isu kehutanan merupakan salah satu topik utama di era kepemimpinan presiden Joko Widodo. Target RPJMN tahun 2015- 2019 merupakan bukti konkrit komitmen kebijakan dalam Pemberian Akses Kelola Kawasan Hutan oleh masyarakat seluas 12,7 juta ha melalui skema perhutanan sosial. Program ini dipercaya mampu mendistirbusikan manfaat secara berkeadilan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan, yang pada akhirnya berimplikasi pada kontribusi terhadap kelestarian hutan.
Buku ini didasarkan pada kajian performansi perhutanan sosial pada aspek ekonomi, sosial, dan kontribusi terhadap kelestarian, khususnya untuk wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. Ketiga aspek kajian tersebut dilihat secara utuh berdasarkan kriteria dan indikator dari 8 komponen utama yang menggambarkan kondisi terkini geliat perhutanan sosial di Sulawesi Selatan. Meskipun tidak ada hasil yang dianggap mutlak dan absolut, namun berdasarkan hasil kajian ini menunjukkan bahwa dari 33 skema perhutanan sosial (HKm/HD/HTR/Hutan Adat) yang dianalisis, terlihat perubahan mendasar dari pola aksesbilitas masyarakat terhadap kawasan hutan. Meskipun demikian, tidak satupun wilayah izin perhutanan sosial yang secara simultan memiliki kesempurnaan pencapaian dari seluruh aspek: aspek sosial; ekonomi; dan kelestarian.
Sumbangan terbesar untuk rasio pencapaian perhutanan sosial di Sulawesi Selatan saat ini hanya berputar pada aspek sosial, yakni timbulnya aksi kolaboratif dari para pihak untuk mendukung pengakuan hak dan pembaruan agraria melalui pendelegasian akses legal pengelolaan hutan kepada masyarakat. Namun, bukan berarti aspek ekonomi dan kelestarian terabaikan. Kajian ini menunjukkan terdapat 9,5% usaha perhutanan sosial yang dikelola kelompok mampu meningkatkan pendapatannya lebih dari 10%. Capaian ini didukung oleh turut andilnya aktor eksternal dalam proses pendampingan kelompok tani hutan, baik dalam penguatan kelembagaan, resolusi konflik, hingga memfasilitasi penguatan market system unit usaha kelompok perhutanan sosial. Di sisi lain, masih terdapat sebanyak 66,7% responden yang berpersepsi bahwa kontribusi perhutanan sosial terhadap aspek ekonomi, sosial, dan kelestarian masih menjadi bagian dari capaian masa depan.
Buku ini diharapkan menjadi momentum yang tepat sebagai pembelajaran kehutanan masyarakat dan aplikasinya pada perjalanan menuju cita-cita perhutanan sosial dan reforma agraria. Buku ini memperlihatkan bahwa peran para pihak masih sangat dibutuhkan untuk mendorong keberpihakan yang lebih besar terhadap masyarakat di dalam dan di sekitar Kawasan hutan sebagai aktor kunci pengelolaan hutan yang lestari, berkeadilan, dan berkelanjutan.
References
Afrizal. (2015). Metode Penelitian Kualitatif: Sebuah Upaya Mendukung Penggunaan Penelitian Kualitatif dalam Berbagai Disiplin Ilmu. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Agrawal, A. (2007). Forests, governance, and sustainability: common property theory and its contributions. International Journal of the Commons, 1(1), 111-136. http://www.thecommonsjournal.org
BPSKL Wilayah Sulawesi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan; 2018. Daftar Pemegang HPHD dan IUPHKM di Provinsi Sulawesi Selatan Yang Perlu Pendampingan Tahun 2018. Tidak dipublikasikan
Chambers, R. (1994). The origins and practice of participatory rural appraisal. World development, 22(7), 953-969.
Devkota, R. R. (2010). Interests and power as drivers of community forestry: a case study of Nepal. Universitätsverlag Göttingen.
Dhiaulhaq, A., Wiset, K., Thaworn, R., Kane, S., & Gritten, D. (2017). Forest, water and people: The roles and limits of mediation in transforming watershed conflict in Northern Thailand. Forest and Society, 1(2), 121-136. doi:http://dx.doi.org/10.24259/fs.v1i2.2049
Gilmour, D., Malla, Y., & Nurse, M. (2004). Linkages between community forestry and poverty. Bangkok: Regional Community Forestry Center for Asia and the Pacific.
Hansen, W. G. (1959). How accessibility shapes land use. Journal of the American Institute of planners, 25(2), 73-76.
Humphries, S. S., & Kainer, K. A. (2006). Lokal perceptions of forest certification for community-based enterprises. Forest Ecology and Management, 235(1-3), 30-43.
Nielsen, A. B., Olsen, S. B., & Lundhede, T. (2007). An economic valuation of the recreational benefits associated with nature-based forest management practices. Landscape and urban planning, 80(1-2), 63-71.
Nurfatriani, F. (2006). Konsep Nilai Ekonomi Total dan Metode Penilaian Sumberdaya Hutan. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan, 3(1).
Ostrom, E. (2011). Background on the institutional analysis and development framework. Policy Studies Journal, 39(1), 7-27.
Sahide, M.A.K., Fisher, M.R., Intarini, D., Maryudi, A., Tidak dipublikasikan. The boom of sosial forestry policy and the bust of sosial forests in Indonesia: A heuristic power assessment for delivering policy commitments. Tidak dipublikasikan.
Sikor, T., & Thanh, T. N. (2007). Exclusive versus inclusive devolution in forest management: Insights from forest land allocation in Vietnam's Central Highlands. Land Use Policy, 24(4), 644-653
Suhardi, B. (2004). Model Potensial Gravitasi Hansen untuk Menentukan Pertumbuhan Populasi Daerah. Performa, 3(1), 28-32.